Jumat, 18 November 2011

LAPORAN PRAKTIKUM PRESTASI MESIN


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS PAMULANG

J
MODUL I
Pengujian Prestasi Turbin Pelton

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan

Dalam suatu sistem PLTA, turbin pelton merupakan salah satu peralatan utama selain generator, turbin pelton adalah alat untuk mengubah energi air menjadi energi puntir dan energi puntir ini kemudian menjadi energi listrik oleh generator atau turbin adalah salah satu dari mesin tenaga atau penggerak mula yang prinsip kerjanya mengubah tenaga fluida/air menjadi suatu tenaga mekanik dan putaran ini poros ini digunakan untuk menggerakkan suatu generator listrik.

B.     Tujuan
Pengujian turbin pelton yaitu untuk mengetahui karakteristik out put yaitu daya out put pada tekanan air berubah-ubah








BAB II
TEORI

A.   Turbin Pelton
Turbin adalah salah satu dari mesin tenaga atau penggerak mula yang prinsip kerjanya mengubah tenaga fluida / air menjadi suatu tenaga mekanik. Sejumlah massa air dari sebuah pompa sentrifugal yang di analogikan dengan ketinggian air, dialirkan masuk ke rumah turbin yang oleh sudu-sudu turbin diubah menjadi tenaga mekanik berupa putaran poros, putaran dari poros yang dihasilkan oleh suatu turbin pada umumnya digunakan untuk menggerakkan suatu generator listrik.
Dalam suatu system PLTA turbin air merupakan salah satu peralatan utama selain generator, turbin air adalah alat untuk mengubah energi menjadi energi puntir, energi puntir ini kemudian diubah menjadi energi listrik oleh generator.
1.      JenisTurbin Air
Turbin dapat diklasifikasikan beberapa cara, mamun yang paling utama adalah klasifikasi turbin air berdasarkan cara turbin air tersebut merubah energi air menjadi energi puntir. berdasarkan klasifikasi ini maka turbin air dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Turbin Impuls
2.      Turbin reaksi
Turbin Impuls
Yang dimaksud dengan turbin impuls adalah turbin impuls adalah turbin air yang cara bekerjanya dengan seluruh energi air ( yang terdiri dari energi potensial + tekanan + kecepatan ) yang tersedia menjadi energi kinetik untuk memutar turbin, sehingga menghasilkan energi puntir contoh : Turbin Pelton.
Turbin Reaksi
Yang dimaksud turbin reaksi adalah turbin air   cara bekerjanya dengan merubah seluruh energi air yang tersedia menjadi energi puntir. Turbin air reaksi dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1.      Francis contoh Turbin Francis
2.      Propeller
a.       Sudu tetap ( fixed blade ), turbin jenis ini merupakan turbin generasi pertama dan jenis ini,karena sudu tidak dapat diatur, maka efesiensinya yang berkurang jika digunakan pada kisaran debit yang lebar oleh karena itu dikembangkan jenis dengan sudu dapat diatur agar efesiensi tetap tinggi walaupun kisaran debitnya lebar.
b.      Sudu dapat diatur ( adjustable blade ) contoh Kaplan,Nagler,Bulb, Moody.

 2.  Karakteristik Turbin
Untuk dua turbin atau lebih mempunyai dimensi yang berlainan disebut homologous jika kedua turbin ataui lebih tersebut sebangun geometri dan mempunyai karakteristik sama. Karakteristik suatu turbin dinyatakan secara umum oleh enem buah konstanta yaitu
1.      Rasio Kecepatan ( O)
2.      Kecepatan satuan ( Nu)
3.      Debit Satuan ( Qu )
4.      Day a satuan ( Pu )
5.      Kecepatan Spesifik ( Ns)
6.    Diameter Spesifik ( Ds)

Rasio Kecepatan ( Φ)
Rasio kecepatan adalah perbandingan antara kecepatan keliling linier turbin pada ujung diameter nominalnya dibagi dengan kecepatan teoritis air melalui curat dengan tinggi terjun sama dengan tinggi terjun ( H Neto) yang bekerja pada turbin.
Dengan N adalah putaran turbin rpm ( rotasi per menit), D adalah diameter nominal, H adalah tinggi terjun netto/efektif ( m ).

Kecepatan Satuan ( Nu )
Kecepatan satuan ( Nu ) adalah kecepatan putar turbin yang mempunyai diameter  ( D ) satu satuan panjang dan bekerja pada tinggi terjun ( H Neto ) satu satuan panjang.
            Dari persamaan diatas diperoleh korelasi :


 

N         = 84.6φ        H
                              D
Dengan memasukan nilai D = 1 m dan H = 1 m maka Persamaan menjadi
Nu = 84.6
           Akhirnya persamaan dapat ditulis


   ND
H

 
 

Nu =

Debit Satuan ( Ds)
Debit yang masuk turbin secara teoritis dapat diandaikan sebagai debit melalui       suatu curat dengan tinggi terjun sama dengan tinggi terjun ( H netto ) yang bekerja pada turbin, oleh karena itu debit yang melalui turbin dapat dinyatakan sebagai

2gH
 
Q = Cd 1π. D2                
             4
 
                                                     
                           = C D2 √H

Dengan Cd adalah koefesien debit.
Debit satuan ( Qu ) adalah turbin yang mempunyai diameter (D) satu satuan panjang dan bekerja pada tinggi terjun ( H Neto ) satu satuan Panjang.
                        Qu = Cd 1 π . √ 2g
                                   4
Akhirnya Persamaan dapat ditulis

Qu =  Q √H
         D2D

Daya ( P ) yang dihasilkan turbin dapat dinyatakan sebagai .

P = ŋ Q H y = ŋ Qu D2 √HHλ

Dengan ... .adalah efesiensi turbin... ..adalah berat jenis air.
Daya satuan ( pu ) adalah daya turbin yang mempunuyai diameter (D) satu satuan panjang dan bekerja pada tinggi terjun ( H netto ) satu satuan panjang.
Akhirnya Persamaan (   ) dapat ditulis sebagai

Pu =     P    
        D H 3 2

Kecepatan Spesifik ( NS)
Eleminasi diameter ( D ) dari persamaan diatas dan persamaan ( ) menghasiikan korelasi :


H5/4
  √P
 
 

N = √ Pu . Nu   
                               
atau
Ns = N√P
       √H5/4

Kecepatan Spesifik (Ns ) adalah kecepatan putar turbin yang menghasiikan daya sebesar satu satuan daya pada tinggi terjun ( H neto ) satu satuan per jam.
Kecepatan Spesifik ( Ns) dapat dinyatakan dalam system metric maupunm system, Ingris, korelasi dari kedua sistim tersebut dinyatakan dalam .
Ms ( Metrik ) = Ns (Inggris ) x 4.42
Catatan :
Satuan daya yang digunakan dalam rumus diatas adalah kuda ( atau Horse power /HP )
Diameter Spesifik ( D5)
Dari persamaan diatas diperoleh korelasi

            D = 1        P
                Pu  H3/4

Diameter Spesifik ( Ds ) adalah diameter turbin yang menghasilkan daya sebesar satu satuan daya pada tinggi terjun ( Hneto ) satu satuan panjang . Akhir Persamaan dapat ditulis sebagai

            Ds = D.H3 4
                   √P

Rumus empiris untuk menghitung diameter menghitung diameter spesifik dari dari diameter debit ( discharge diameter, ( D3 ) untuk turbin reaksi adalah sebagai berikut:
Turbin Prancis     :       D3s = 567.85
                                           Ns


(cm)
 
Turbin Propeler    :       D3s = 475.72
                                          Ns0.34


Pada turbin reaksi jika diameter spesifik telah dihitung dengan Per ( I ) atau (2 ), maka diameter debit dapat dihitung dari per ( I ) . Diameter debit sangat berguna untuk penentuan dimensi pipa spiral dan pipa isap.

3.   Seleksi Awal Jenis Turbin
Seleksi awal dari jenis turbin yang cocok untuk suatu keperluan paling tepat dilakukan dengan menggunakan kecepatan spesifik ( Ns ). Dalam table 1. 1 disajikan nilai kecepatan spesifik ( Ns ) untuk berbagai jenis turbin table 1.1 dapat digunakan sebagai panduan awal dalam pemilihan jenis turbin yang tepat untuk nilai Ns tertentu. Nilai Ns yang tercantum dalam table 1.1. bukan nilai yang eksak.
Untuk setiap jenis turbin terdapat suatu nilai kisaran tinggi terjun dan kecepatan spesifik yang sesuai. Korelasi empiris antara tinggi terjun ( H ) dan kecepatan spesifik ( Ns ) disajikan dibawah ini. Untuk turbin francis, moody memperoleh korelasi sebagai berikut :
                                   
Ns

Sedangkan untuk turbin propeller, moody memperoleh korelasi sebagai berikut

Ns
Untuk turbin frauds, white menyarankan korelasi sebagai berikut :

                                    Ns

Tabel 1.1 Jenis Turbin air dan kisaran (Cecepatan Spesifik ( Ns )
Jenis Turbin
Ns (Metrik)
1. Turbin Inpuls    a. Satujet ( Turbin Pelton )
                            b. Banyak jet ( Turbin Doble )

4-30
30-70
2. Turbin Reaksi    a. Francis
                                 Ns Rendah
                                 Ns Normal
                                 Ns tinggi
                                 Ns Expres

                             b. Propeler
                                 Sudu tetap (turbin Kaplan )
                                      Sudu apat diatur (turbin Kaplan)


50-125
125-200
200-350
350-500


400 – 800
500- 100


4.  Evolusi Turbin
 Dalam perkembangannya turbin air mengalami perubahan sebagai berikut :
1.      Arab arus air lewat sudu berubah dari tangensial (turbin Pelton ) menjadi radial (turbin francis ) dan akhirnya axial (turbin propeller ).
2.      cincin bawah ( turbin francis ) makin lama menghilang lama (turbin propeller ).
3.      Jumlah sudu makin berkurang ( turbin pelton : banyak sudu  turbin Francis  turbin propeller : minimum 2 s/d 3 sudu )

5.   Efesiensi Turbin
Efesiensi turbin tidak tetap nilainya, tergantung dari keadaan dari keadaan beban dan jenis turbinya. Kinerja dari suatu turbin dapat dinyatakan dalam beberapa keadaan : tinggi terjun maksimum,tinggi terjun minimum , tinggi tejun normal dan tinggi terjun rancangan. Pada tinggi terjun rancangan turbin akan memberikan kecepatan terbaiknya sehingga efesiensi mencapai maksimum. Alam table 1.2 disajikan efesiensi turbin untuk berbagai kondisi sebagai gambaran mengenai kisaran nilai efesiensi terhadap beban dan jenis turbin.

Tabel 1.2 Efesiensi Turbin Untuk berbagai kondisi Beban
Jenis Turbin
Ns
% Efesien pada
Bebrapa kondisi beban

%      beban      pada efesiensi maximum
0.2
5
0.50
0.75
1.00
max

Impuls Francis (Pelton)
Francis
Francis
Francis
Francis
Francis
Francis
Propeler ( Sudu Tetap)
Propeler ( Sudu Tetap)
Propeler (Sudu dpt diatur)
22
75
110
220
335
410
460
690
800
750
81
62
60
59
54
47
55
45
32
83
5
86
83
85
83
82
71.5
74.5
70
59
91
87
88
90
90
91
85
86.5
84.5
78
91.5

85
83
84
85
86
87
86
82
84
87

87.1
88
90.2
91.5
91.0
91.5
92.5
91.5
88
91.6
70
75
80
85
87.5
92.5
92
92
96
70


6.    Korelasi Antar Turbin
Untuk mendapatkan korelasi beberapa turbin maka turbin tersebut harus homologuis satu sama lain. Untuk turbin yang homologous satusama lain maka nilai setiap konstanta turbin yang dijelaskan diatas untuk masing masing turbin adalah sama.
Untuk memudahkan pembahasan selanjutnya didefinisikan rasio antara variable pada turbin 1 dan 2 yang homolougus sebagai.berikut:

(Variabel)r = (variable)1
                          (Varibel)2

                        Sehingga   H1     =   H2
                                (ND1)2       (N2D2)2

Dengan cara serupa diperoleh korelasi yang lain sbb
                 Q1   =    Q2
             (N1D1)3  (N2D2)2
                
                 P1   =      P2
             N13 D1   ŋ2 N2 3D25
Nilai 77 pada persamaan (   ) dapat dihitung dengan Persamaan (    ) sd (  )

Kavitasi
Pada turbin reaksi letak turbin harus diperhatikan agar tidak terjadi bahaya kavitasi yang terjadi akibat adanya tekanan absolute yang lebih kecil dan tekanan uap air. Kavitasi dapat menyebabkan sudu sudu turbin menjadi berlubang - lubang kecil sehingga mengurangi efesiensi turbin yang akhirnya dapat pula merusak sudu turbin. Hukum bernouli dikerjakan pada titik 1 dan titik 2 sebagai berikut:

Z1 +   +  + Z2 +   +
H + H1 +  + 0 + Hatm - Hr


Tinggi kecepatan pada titik I berbanding lurus dengan tinggi terjuin efektif H agar tidak terjadi kavitasi maka tinggi tekanan pada titik 1 harus lebih besar atau sama dengan tekanan kavitasi. Oleh karena itu , per (….) dapat ditulis sebagai :
σ  = Hatm Hv – Hs
              H


σ  = Hb- HS dengan Hb  = H atau –H1
                                    H

Dengan Hs adalah tinggi tekanan isap, Hv adalah tinggi tekanan aktivasi, H Atm   adalah tinggi udara keluar .6 adalah sigma turbin atau koevesien kavitasi dan H adalah tinggi terjun neto/efektif.
( Gambar 1.1 Skerna turbin reaksi untuk Analisa Kavitasi )

7.   Letak Sumbu Distributor Turbin Aman Kavitasi
Jika turbin diletakan lebih tinggi tekanan isap, maka kavitasi akan terjadi sehingga letak turbin harus dibawah tinggi tekanan isap ( Hs ).
Tinggi tekanan isap ( Hs ) untuk masing –masing jenis turbin adalah berlainan. Untuk tubin francis, Hs di ukur dari paras muka air belakang sampai dengan dasar dan cincin bawah, untuk turbin propeller, Hs di ukur dari paras muka air belakang sampai dengan pusat sudu.
Sebagai langkah awal dalam penentuan elevasi sumbu distributor untuk turbin dengan sumbu vertical dapat dilakukan langkah hitungan sebagai berikut :
1.      Tentukan kecepatan spesifik dari turbin.
2.      Tentukan Hb dari berdasarkan gambar 1.2 suhu air dan elevasi PLTA.
3.      Hitung Hs jika ternyata nilai Hs negative berarti dasar cincin dibawah turbin francis atau pusat sudu turbin propeller berada dibawah paras muka air belakang.
4.      Prakiraan jarak antara sumbu distributor sampai dasar cincin bawah turbin francis atau pusat sudu turbin propeller ( - A ) rumus empiric yang dapat digunakan untuk keperluan itu adalah :


Turbin  Francis :                      A  = Ns0,34       
                                               D3   17.7

Turbin Frofeleller :                   

5.      Paras muka air belakang diprakirakan berdasarkan kondidsi operasi turbin yang mengakibatkan paras muka air belakang minimum.
6.      Elevasi sumbu distributor ditentukan berdasarkan paras muka air belakang A + Hs.

Prakiraan nilai Hb harus teliti mungkin untuk daerah pegunungan yang tinggi ( PLTA dengan tinggi terjun besar) sedangkan untuk daerah dataran rendah dapat digunakan nilai Hb = 10 m.
Nilai Hb menurunkan dengan naiknya elevasi tempat dengan laju rerata 0.11 m tinggi air untuk setiap 100 m kenaikan elevasi tempat. Pada paras muka air laut rerata Hb = 10.3 dengan contoh bahwa fluktuasi tekanan atmosfir berkisar + 5 % maka untuk keperluan praktis dapat digunakan rumus empiric pengganti langkah sebagai brerikut:

Hb= 0.95 { 10.3 – 0.11 Interger (F/10) meter

Dengan E adalah elevasi tempat terhadap paras muka air laut rerata.

8.  Definisi  Diameter Turbin
Dalam pembahasan turbin terdapat beberapa macam istilah diameter yang digunakan
1.      Turbin Pelton.
Dl adalah diameter lingkaran tempat kedudukan pusat berat sudu sudu (picth circle)
2.      Turbin Francis.
Dl adalah diameter kincir ditengah - tengah distributor (diameter nominal) D2 adalah diameter minimum yang diukur disebelah dalam cincin bawah. D3 adalah diameter sebelah dalam cincin debit ( discharge ring )
3.      Turbin Propeller
Dl adalah diameter kincir yang diukur dari ujung sudu ke ujung sudu.
D2 adalah diameter kincir yang melalui titik tengah sudu - sudu.
D3 adalah diameter sebelah dalam cincin debit ( discharge ring )

9.  Analisa Perhitungan
Turbin adalah salah satu dari mesin tenaga atau penggerak mula yang prinsip kerjanya mengubah tenaga fluida / air menjadi suatu tenaga mekanik. Sejumlah massa air dari sebuah pompa sentrifugal yang analogikan dcngan ketinggian air, dialirkan masuk kerumah turbin yang oleh sudu-sudu turbin diubah menjadi tenaga mekanik, berupa putaran poros. Putaran dari poros yang dihasilkan oleh suatu turbin, pada umumnya digunakan untuk menggerakan suatu generator pembangkit listrik.
Daya yang diberikan kepada roda pelton secara teoritis adalah:
F  =      pQ(Vj-u)(l-cos)
Dengan :
F            = Gaya air yang diberikan pada roda turbin pelton ( N )
Ň           = Massa jenis air( g/cm3)
Q           = debit air (liter/menit)
Vj          = Kecepatan semburan air (m/det)
U           = Kecepatan linier roda turbin (m/det)
Cosβ      = sudut ember (1650)
Kecepatan air :
Vj          = Cv(2H)1/2
Dengan :
Vj          = Kecepatan semburan air (m/det)
Cv         = Koefisien kecepatan 0.92-0.98
H           = Head (m)
Daya yang diberikan pada roda turbin pelton :
Nt = F.u
Dengan :
Nt          = daya teoritis (KWH)
F            = Gaya air yang diberikan pada roda turbin pelton (N)
U           = Kecepatan linier roda turbin Pelton (m/det)
Dengan ;
U= 27rnr
Dengan :
n            = Putaran roda turbin (rpm)
r             = jari-jari roda turbin (m)
*r           = 0,17 m
Daya poros turbin :
Np         = MTU

Dengan :
nt           = Daya poros turbin (kW)
Mt          = momen puntir (Nm)
ω           = Kecepatan sudut (rad/det)
ω           = 2 π/ 60 n
Efisiensi turbin ŋT = Np/NT
BAB III
PENGUJIAN PRESTASI PADA TURBIN PELTON
Perhitungan- hasil praktikum, Daya teoritis : nt
U    = Kecepatan linier roda turbin (m/det)
U    = 2 π n r
n     = putaran roda turbin (rpm), lihat tachometer
r      = jari-jari roda turbin = 0,17 m
Q    = debit air (liter/menit), pengukuran pada tachometer
Vj   = Kecepatan semburan air (m/det)
Vj   = Cv(2H)½
H    = P2-Pl